Pertunjukan “Jaga Jagat”, Dedikasi Boeatan Tjibalioeng pada Bambu

Boeatan Tjibalioeng

INSOMNIAEnt.id – Setelah melalui rangkaian kegiatan yang menitikberatkan pada “keajaiban” bambu, Lembaga Kebudayaan Ekosistem Boeatan Tjibalioeng mengakhirinya dengan melangsungkan pertunjukan spesial bertajuk “Jaga Jagat: Kembali pada Bambu” di Kampung Namprak, Desa Mendung, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, pada Sabtu, 19 Oktober 2024 lalu.

Sebelumnya, komunitas yang digagas generasi muda untuk terus merawat ekosistem dan budaya ini telah menyelenggarakan lokakarya musik bambu, inovasi kuliner dari bahan bambu, sampai menghasilkan karya inovatif dari alat musik bambu.

[Artikel lain]

Gandeng Tiga Seniman, Boeatan Tjibalioeng Eksplorasi Musik dari Bambu

Jaga Jagat menjadi program besar Ekosistem Boeatan Tjibalioeng dalam menyuarakan pentingnya menjaga alam yang selama ini menjadi denyut kehidupan dan budaya masyarakat.

“Sebagai bagian dari acara ini, pameran alat musik bambu digelar untuk membuka kesadaran masyarakat akan manfaat bambu di luar perannya sebagai penopang ekosistem,” ujar Ketua Ekosistem Boeatan Tjibalioeng, Rizal Mahfud.

Pergelaran yang berlangsung selama tiga hari itu (17-19 Oktober 2024), diisi dengan pancaragam kegiatan, seperti pameran 12 alat musik bambu khas Banten, pertunjukan 15 seniman Cibaliung dan 5 seniman residensi dari Papua, Kalimantan, Lampung, Padang, dan Sumatra Utara.

“Pameran ini memperlihatkan berbagai instrumen musik dari bambu, mulai dari calung renteng, angklung, karinding, hingga alat musik bambu berdawai hasil inovasi tim riset bersama para pakar organologi,” ucapnya.

Salah satu aksi yang paling ditunggu dari petunjukan ini ketika teman-teman dari Ekosistem Boeatan Tjibalioeng memamerkan 5 karya inovatif yang gagas. Dimulai dari lagu Liliuran, disusul Huma(nis), Sada Titilaring Bumi, Lumbung Cibaliung, dan ditutup dengan Jaga Jagat.

“Pameran alat musik bambu, penanaman bibit, dan kolaborasi lintas budaya menjadi bukti bahwa pelestarian lingkungan adalah upaya kolektif. Di tengah perkembangan industri, masyarakat perlu menjaga hubungan antarbudaya dan alam, demi keberlanjutan yang bermanfaat bagi generasi mendatang,” ujar dia.

[Artikel lain]

Semangat Agraria, Ode Bagi Petani dari Boeatan Tjibalioeng

Ketua Tim Pemajuan Kebudayaan Desa Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kemendikbudristek, Syukur Asih Suprojo menekankan, pentingnya mengenali dan mengembangkan potensi kebudayaan lokal.

“Dalam hal ini, bambu yang dipilih oleh Ekosistem Boeatan Tjibalioeng dikembangkan dengan optimal dari proses konservasinya sampai pemanfaatannya,” ucapnya.

Kegiatan yang didukung oleh platform Dana Indonesiana, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bersama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini mendapat respons positif dari 500an penonton yang hadir. Salah satunya Jeni Abdulrokhim. Bahkan ia rela menempuh lebih dari 100 kilometer dengan bersepeda dari Rangkasbitung ke Cibaliung.

“Ini tahun kedua saya menempuh perjalanan panjang untuk menyaksikan pertunjukan di kebun. Kali ini saya lewat Malingping dengan total durasi 9 jam, perjalanan seru, mengasyikkan, dan tentunya lebih ramah lingkungan,” tutur Jeni.

Untuk memperluas akses terhadap karya ini, Ekosistem Boeatan Tjibalioeng juga merilis berbagai konten digital, seperti musik dan video musik, melalui kanal YouTube dan platform streaming digital.

Selain itu, tersedia pula video edukasi tentang proses pembuatan alat musik bambu, yang diharapkan dapat menjangkau lebih banyak orang serta meningkatkan apresiasi terhadap bambu sebagai bagian dari budaya dan ekosistem.

Share :

Baca Juga