INSOMNIAEnt.id – Rasanya tak ada yang meragukan kualitas lagu-lagu dari Virgiawan Listanto atau yang lebih dikenal dengan nama Iwan Fals.
Sejak tahun 70-an, lagu-lagu Iwan Fals menjelma menjadi deretan karya yang mampu memberi pengaruh bagi pendengarnya. Tak heran jika saat ini Iwan Fals didaulat menjadi salah satu legenda musik Indonesia.
Kekuatan lagu-lagunya yang memotret kehidupan sosial di Indonesia, melahirkan penggemar yang loyal hingga pelosok negeri.
Meski pun Iwan Fals tak tampil langsung, namun setiap gelaran yang mencantumkan tribute untuk sang legenda, selalu disambut hangat penikmatnya dari setiap daerah.
Begitu pula yang terjadi kala mantan kru Iwan Fals, Atria Setyabudi “ngamen” di House Of Salbai 34 Venue, Rabu (21/11/2018) malam. Puluhan Orang Indonesia (OI) dari berbagai daerah di Banten berbaur untuk mendendangkan bait-bait syahdu, dari mulai Ibu hingga Serdadu.
Dimulai tepat pukul 21.00 WIB, duo MC Jonno Boom dan Al Suherlan memandu pembukaan dengan cair. Tak lama, keduanya pun memanggil Atria Setyabudi untuk segera mengambil alih panggung.
Atria Setyabudi atau lebih akrab disapa Arie merupakan mantan kru beberapa gitaris yang mengiring setiap aksi panggung Iwan Fals. Dari mulai era Edi Kemput, Sonata, hingga Toto Towel.
“Saya pernah menjadi kru gitar dari Edi Kemput, Sonata, Cok Rampal, hingga Toto Towel dan bang Iwan Fals sendiri di Iwan Fals manajemen. Kemudian berganti menjadi PT. Tiga Rambu yang merupakan manajemen milik Iwan Fals,” ujar Arie memperkenalkan diri sebelum memulai repertoarnya.
Obrolan pembuka MC dengan Arie nampaknya tidak jadi begitu spesial lagi. Karena nyatanya, OI yang hadir sudah tidak asing dengan sosok Om Arie. Mereka terlihat lebih antusias untuk segera berdendang dengan gitaris berambut gondrong itu.
Berkaraoke massal, mengekspresikan setiap nada sang legenda, mengagumi mahakarya Iwan Fals yang mayoritas adalah refleksi dari jiwa penggemarnya.
Benar saja, ketika jemari Arie memainkan tembang Mata Indah Bola Pingpong sebagai pemanasan, OI dengan kompak mengiring meski Arie memainkan secara instrumental.
Setelah itu, lagu demi lagu berkumandang diiringi paduan suara yang kian mengeras. Apalagi saat Serdadu dilantunkan Arie.
“Serdadu seperti peluru. Tekan picu melesat tak ragu,” teriak OI yang malam itu tak malu bersendu syahdu.
Enam belas repertoar yang disiapkan kan pun harus gugur dari rencana. Karena layaknya setiap jamming session, selalu ada penonton yang meminta tambahan song list dan ikut berkolaborasi untuk sekadar memenuhi hasrat mengekspresikan setiap energi yang terkandung dalam lagu Iwan Fals.
Kehangatan Tribute Iwan Fals malam itu kian merasuk saat Arie mempersilakan OI yang hadir untuk turut menembangkan lagu-lagu Iwan Fals.
Dan dalam sekejap, Iyan dan Arif, OI asal Serang bergabung dengan menyelipkan irama harmonika dan cajon. Sebelumnya, Robin juga sempat mengiring beberapa nomor dengan ketukan cajon yang menyeimbangkan petikan gitar Arie.
Tak ketinggalan, “Serdadu” OI lain pun secara bergiliran mengambil alih mic yang sejak tadi didominasi oleh Arie.
“Dari tampangnya, Iwan Fals memang bukan sosok yang romantis, tetapi dari lagu-lagu beliau menunjukkan bahwa Iwan Fals adalah orang yang melankolis” kata seorang OI.
Hampir dua jam, Arie melayani para OI bersenandung dengan puluhan karya Iwan Fals. Meski begitu, rasanya tak cukup untuk mengagumi karya-karya penyanyi kelahiran Jakarta 3 September 1961 itu.
Hingga akhirnya tiba dipenghujung showcase. Arie pun menutup repertoarnya dengan sajian Nada Gitarku, Damai Indonesiaku. Sebuah nomor gubahan pribadinya yang menggambarkan suhu politik Indonesia menjelang Pilpres.
Malam itu, dahaga para OI pun sedikit terobati. Mengingat sudah lama tidak ada tribute untuk Iwan Fals yang terselenggara di Kota Serang.
Dari perhelatan gigs malam itu, kita seolah semakin diyakinkan bahwa karya Iwan Fals tidak akan terdegradasi meski bergulir lintas generasi. Selalu ada energi yang terpancarkan layaknya tubuh yang butuh nutrisi. (FCH).