INSOMNIAEnt.id – Remusha, rapper dan seniman multitalenta asal Tangerang Selatan, kembali menggugah pendengar dengan single terbaru berjudul “Nodus Tollens”. Mengusung konsep filosofis dari Dictionary of Obscure Sorrows, lagu ini menjadi refleksi personal Remusha tentang kebingungan dalam menjalani “alur hidup” yang dianggapnya tak lagi masuk akal.
Nama Remusha merupakan akronim dari Reind Muhammad Sakheffa sekaligus plesetan dari kata romusha—istilah untuk pekerja paksa di masa penjajahan. Nama ini mencerminkan aspirasinya sebagai representasi masyarakat kelas menengah yang kerap hidup dalam tekanan sistem. Berawal dari kecintaannya pada dunia menulis, Remusha menemukan musik sebagai cara terbaik untuk menyampaikan gagasan kritisnya. Dalam “Nodus Tollens”, ia menggabungkan lirik bernuansa metaforis dengan referensi budaya pop, mulai dari tokoh seniman seperti Claude Monet dan Michelangelo hingga kritik terhadap sistem korporat yang membelenggu.
Menurut Dictionary of Obscure Sorrows, Nodus Tollens didefinisikan sebagai “kesadaran bahwa alur hidupmu kini tidak masuk akal lagi—bahwa meskipun kamu kira sedang mengikuti jalannya cerita, kamu terus menemukan dirimu terperangkap dalam bagian-bagian yang tidak kamu pahami.” Remusha mengadopsi konsep ini untuk mengeksplorasi keraguannya dalam memilih musik sebagai “petualangan hidup”. Lagu ini menjadi mediumnya untuk mempertanyakan apakah jalan yang ia tempuh selama ini benar-benar sesuai dengan jati diri atau hanya sekadar mengikuti narasi yang dipaksakan.
Lirik “Nodus Tollens” memadukan bahasa Inggris dan Indonesia, menyoroti konflik batin antara ambisi artistik dan tekanan sosial. Di bagian verse, Remusha menggambarkan kegelisahannya:
“Funny how life is a mystery / classifying dreams against your judgement of reality” “Tahan kantuk lihat sobat sudah jadi budak korporat / apalah daya seorang manusia yang mencoba tuk melawan realita”
Sementara chorus yang repetitif,
“Bermimpi tinggi harus tak takut (terjatuh, ku takut)”
menjadi simbol ketakutan sekaligus tekad untuk terus melangkah. Pada outro, ia bahkan merujuk pada nasib tragis Van Gogh sebagai cermin kekhawatirannya:
“Really think that I’mma end up like Van Gogh or worse / write a verse, be the first, justifying the fact that I’m cursed”