Tiga anak muda asal Bandung ini mengaku tak pernah melakukan kegiatan bermanfaat pada 2002 silam. Setelah bangun tidur, mereka menghabiskan waktu sehari-hari untuk nongkrong dan nonton film. Sesekali mereka menangis bila film itu sedih.
Tiga pemuda itu adalah Firman Zaenudin, Alvin Yunata dan Dandi Achmad Ramdani alias Sir Dandy alias Achong. Alvin tergabung dalam band Harapan Jaya sebagai vokalis, sementara Firman dan Achong bukan musisi.
Tapi, siapa sangka akhirnya mereka membentuk band bernama Teenage Death Star. Band yang terkenal dengan slogan Skill Is Dead Let’s Rock. Slogan itu menggambarkan bagaimana kelakuan mereka.
“Malam-malam kami party dalam bentuk apa pun, begitu terus. Sampai akhirnya kami gitar-gitaran, membuat lagu dan berlanjut menjadi Teenage Death Star,” kata Alvin beberapa waktu lalu.
Alvin mengingat lagu bertajuk Absolute Beginner Terror adalah yang pertama yang mereka buat dan masih dimainkan sampai sekarang. Bahkan lagu itu sempat dipakai menjadi lagu latar film Catatan Akhir Sekolah (2005).
Teenage Death Star yang bosan dengan rutinitas sehari-hari ingin merasakan tampil sebagai band. Tapi apa daya mereka belum memiliki formasi band lengkap, kala itu Achong menjadi vokalis, Alvin menjadi gitaris dan Firman menjadi drumer.
“Saya akhirnya daftar ke salah satu acara musik di Bandung, padahal band belum ada. Setelah keterima, kami ajak siapa aja yang bisa, dadakan,” kata Achong.
Saat itulah Satria Nurbambang alias Iyo dan Helvi Sjarifudin bergabung dengan Teenage Death Star. Iyo mengisi posisi pembetot bass dan Helvi mengisi posisi gitaris.
Alih-alih ketagihan manggung, Teenage Death Star tak ingin kembali manggung di Bandung karena reaksi pengunjung sangat seru. Mereka ingin tampil di Jakarta meski sempat tampil di beberapa acara musik Bandung.
“Kami bosen main di Bandung karena kenal semua cewek, kan males kalau tahu dia mantan siapa dan lain lain. Kita harus ke Jakarta karena udah khatam pesta bandung,” kata Alvin.
Selama tampil di Bandung Teenage Death Star sempat mengganti nama menjadi Teenage Liar dan Teenage Death Stoner. Bahkan saat pertama kali tampil di Jakarta pada kafe Bar Blues (BB’s), mereka masih bernama Teenage Liar.
“Setelah itu ganti nama karena nama itu kependekan, kami ingin nama yang panjang supaya susah dihafal orang. Supaya ketika orang mengingat akan sulit melupakan,” kata Achong sambil tersenyum.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, penampilan Teenage Death Star di BB’s berbuah manis. Mereka masuk album kompilasi JKT: SKRG (2004) bersama Seringai, White Shoes and The Couples Company, The Upstairs, Sore dan The Adams hingga semakin terkenal.
Pun sutradara Joko Anwar melirik Teenage Death Star. Gitaris The Brandals Tony Dwi Setiaji saat itu sempat bertemu dengan Joko. Menurutnya Joko tertarik dengan lagu I’ve Got Johnny In My Head dan akhirnya digunakan untuk film Janji Joni (2005).
“Setelah itu kami masuk Catatan Akhir Sekolah, waktu itu pihak produksi film langung kontak label kami,” kata Alvin.
Nama Teenage Death Star terus meroket usai tampil di Jakarta dan masuk dalam dua album kompilasi film. Tapi kemampuan mereka bermain musik tetap biasa saja. Distorsi gitar yang kurang tepat dan suara sumbang beberapa kali menghiasi penampilan mereka.
Sampai akhirnya Teenage Death Star dijuluki Noise Ambassador. Selain masalah suara, setidaknya ada saja peralatan panggung yang rusak setelah mereka tampil. Seperti tiang penyangga mikrofon yang bengkok karena sering jatuh, atau gitar yang lecet karena sering dibenturkan.
Secara tidak langsung sikap hura-hura itu mereka terapkan dalam proses kreatif. Alhasil mereka baru berhasil membuat album perdana bertajuk Longway To Nowhere (2008).
“Hobi kami sebenarnya pesta, keriaan, merusak alat dan kegiatan yang sia-sia, bukan nge-band bukan rekaman. Makanya album lama banget, males soalnya rekaman itu,” kata Alvin.
Album yang berisikan sembilan lagu itu bertahan hingga saat ini. Tentu itu menjadi suatu prestasi bagi Teenage Death Star, hanya merilis satu album namun selalu ramai saat manggung dan penggemar tidak pernah lupa.
Sebenarnya Teenage Death Star merilis album kedua bertajuk The Backyard Tapes – Early Years 88-91 (2010). Alvin mengatakan album itu direkam live dan berisikan materi eksperimental. Namun Teenage Death Star sepakat tidak menyebut itu sebagai album kedua.
Kesibukan antar personel dan domisili yang beda kota membuat Teenage Death Star jarang manggung. Kira-kira dalam satu tahun mereka hanya manggung dua kali atau bahkan tidak manggung sama sekali.
Pun begitu saat mereka tampil di Music At Newsroom CNNIndonesia.com, ada dua personel yang tidak bisa tampil lantaran berada di luar kota. Dua personel itu diganti dua musisi kenamaan asal Jakarta yang juga ugal-ugalan.
Penampilan hura-hura Teenage Death Star nan berisik bisa disaksikan di CNNIndonesia.com Music at Newsroom yang tayang Rabu (25/7) pukul 14.00 hingga 15.00 WIB.