Gandeng Tiga Seniman, Boeatan Tjibalioeng Eksplorasi Musik dari Bambu

Ekosistem Boeatan Tjibalioeng

INSOMNIAEnt.id – Pertengahan Juni 2024 lalu, Ekosistem Boeatan Tjibalioeng, sebuah lembaga kebudayaan yang sedang concern terhadap eksplorasi alat musik bambu, mengadakan Lokakarya Musik dan Residensi Seniman Musik Bambu Nusantara di Cibaliung, Pandeglang. Selama 15 hari, lokakarya ini menitikberatkan pada proses penciptaan karya dari instrumen bambu.

Sebelumnya, mereka sudah mengadakan pelatihan terhadap 15 warga lokal dari lintas generasi dan profesi, membuat berbagai alat musik dari bambu. Kedua kegiatan itu merupakan rangkaian dari program besar Ekosistem Boeatan Tjibalioeng bertajuk Jaga Jagat: Kembali pada Bambu.

Dok. Ekosistem Boeatan Tjibalioeng

Dalam lokakarya ini, Ekosistem Boeatan Tjibalioeng merekrut tiga seniman bambu untuk mendampingi peserta dalam menghasilkan karya dari instrument musik bambu. Ketiganya yakni Ronie Udara yang merupakan pemain perkusi dari grup musik asal Yogyakarta, Rubah di Selatan, Ilham Firmansyah, personel kelompok musik etnik Swarantara dari Bandung, dan Wildan Fisabililhaq dari Yumaga Music, yang juga pengajar di SMPN 3 Pandeglang.

“Dalam lokakarya ini, para peserta akan menciptakan karya musik dengan mengeksplorasi suara-suara bambu dengan berbagai karakter yang khas,” kata Ketua Ekosistem Boeatan Tjibalioeng, Rizal Mahfud, Minggu (14/7/2024).

[Artikel lain]

Swara Jalawara Hawara, dari Huma untuk Musik Dunia

Rizal menjelaskan, dalam lokakarya ini, karya musik yang dihasilkan memadukan 12 instrumen dari Banten dengan 5 instrumen musik nusantara (Papua, Lampung, Kalimantan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara), termasuk dengan instrumen bambu berdawai hasil inovasi.

“Bukan cuma alat musik bambu khas Banten, mereka juga berkolaborasi dengan suara-suara bambu nusantara mulai dari Fuu dan Goto (Papua), Kadireq dan Kalangkupak (⁠Kalimantan), Sulim Batak ⁠(Sumatera Utara), Cetik (⁠Lampung), dan Sarunai, Saluang, dan Bansi (⁠Sumatera Barat),” kata Rizal.

Dok. Ekosistem Boeatan Tjibalioeng

Rizal menceritakan alasannya mengeksplorasi alat musik bambu. Baginya, bambu bukan hanya sumber daya alam yang melimpah di nusantara, tetapi juga merupakan simbol keberlanjutan dan kearifan lokal.

“Setiap daerah punya cara unik dalam memanfaatkan bambu, baik sebagai kerajinan, arsitektur, dan bahkan alat musik. Lokakarya ini akan menunjukkan betapa kaya dan beragamnya warisan budaya kita, serta bagaimana musik bambu dapat menjadi jembatan penghubung antar komunitas dan generasi,” ujar dia.

[Artikel lain]

Semangat Agraria, Ode Bagi Petani dari Boeatan Tjibalioeng

Dia menyebut, dari hasil lokakarya tersebut, menghasilkan lima karya lagu, Humanis; Lumbung; Sada Titilaring Bumi; Liliuran; dan Jaga Jagat. Kelima lagu ini nantinya akan direkam dan dipentaskan pada September mendatang.

“Hasil Lokakarya Musik dan Residensi Seniman Musik Bambu Nusantara ini akan dipersentasikan dalam bentuk pertunjukan musik bambu pada 18 September 2024 yang bertepatan dengan Hari Bambu Sedunia dan juga bulan dimana terdapat Hari Tani Nasional,” kata pemain seruling di band folk etnik asal Lebak, Beranda Rumah ini. (Fch)

Latest News

Follow Us