Nazgul, Melawan Tradisi Musik Keras Surabaya  

INSOMNIAEnt.id – Surabaya, selama ini dikenal sebagai salah satu lokus penyumbang musik cadas di Indonesia. Meski tidak setenar bandung maupun Jakarta, namun beberapa band berdistorsi asal Kota Pahlawan pernah menjadi perhitungan di skena musik keras tanah air.

Bahkan diantara mereka mampu menjadi legenda. Sebut saja kawanan Soenata Tanjung, Syech Abidin, dan Arthur Kaunang atau yang lebih dikenal dengan SAS, Power Metal, hingga Boomerang.

Namun sudah lama pula kota yang lekat dengan slogan Arek-arek Suroboyo ini tidak menghasilkan musik keras yang terangkat kepermukaan, setidaknya semenjak era Blingsatan. Belakangan hanya Silampukau yang dirasa sukses menaklukan perhatian musik sidestream, namun itu pun melalui suara Folk.

Beberapa tahun terakhir, skena rock Surabaya mulai kembali bergeliat seiring munculnya talenta-talenta baru yang memiliki gairah musik keras. Band-band underground silih berganti menampakkan dirinya dengan berbagai jenis rock dan turunannya.

Salah satunya adalah Nazgul. Band yang terbentuk tahun 2017 dan beranggotakan Egypt (Vokal), Loys (Gitar), Rendy (Gitar), Ipong (Bass), dan Danang (Drum).

Meski memiliki darah rock, namun Nazgul memilih jalan yang berbeda dari seniornya. Sama-sama memainkan musik dengan riff tebal dan bertempo cepat, tapi Nazgul lebih nyaman menggandrungi Metalcore sebagai rel musik mereka.

Walaupun genre ini sudah berjibun di Indonesia, namun nampaknya mereka memang nyaman dengan opsinya itu. Terbukti mereka baru saja merilis single debut “Dogma Jiwa” sebagai keseriusan mereka menaklukan skena ekstrem bumi pertiwi.

Tidak ada yang spesial dari Dogma Jiwa karena mungkin nada dan pemilihan tempo yang seragam dengan Metalcore yang sudah lebih dulu banyak beredar. Tapi bukan berarti single perdana mereka ini tidak berkualitas.

Secara komposisi, Dogma Jiwa layak dikonsumsi bagi pecinta genre sejenis. Karena notasi yang mereka garap Nampak matang. Mungkin karena pengaruh dari masing-masing personel yang sebelumnya memang punya rekam jejak panjang sebagai peramu musik keras. Plus, referensi mereka terhadap Bullet for My Valentine yang cukup kuat.

Egypt merupakan eks Decepticon, Rendy juga pernah mengisi departemen gitar di Wafat dan Fear Inside. Ipong adalah mantan pembetot bass di Legacy. Sementara Danang juga pernah dipercaya mengatur tempo di band Metalcore juga, Blindside serta Fear Inside.

Adapun soal kisah yang mereka curahkan dalam Digma Jiwa, merupakan cerita tentang seseorang yang mengalami kekecewaan karena pengkhianatan dari seseorang yang semula dianggap baik namun ternyata memiliki sifat berbeda. Ide dasar dari single ini berasal dari pengalaman pribadi beberapa personilnya.

Walau punya musikalitas bagus dan mereka ingin memberi warna tersendiri dalam skena metal Indonesia, namun sejatinya penulis menanti Surabaya menelurkan regenerasi Power Metal dan Boomerang.

Bendera Dewa 19 dan Padi hingga kini masih melekat sebagai musisi yang berkontribusi dari Surabaya. Tapi Surabaya juga pernah digdaya dengan “kemarahannya” memainkan nada dan mengaduk rasa berbalut riff gitar dan ketukan drum yang mampu menggerakkan seluruh tubuh mengikuti iramanya.

Penulis: Fch

Share :

Baca Juga