INSOMNIAEnt.id – Ngomongin soal infrastruktur di Banten Selatan memang enggak ada habisnya. Kabupaten Lebak dan Pandeglang, menjadi daerah yang bisa dikatakan paling buruk infrastruktur jalannya (terutama di wilayah selatan) dibanding kabupaten kota lain di Banten.
Padahal, kala itu Banten menjual kemiskinan juga keterbelakangan dua daerah ini, sebagai alasan untuk melepaskan diri dari Jawa Barat. Tapi nyatanya, 20 tahun setelah menjadi daerah otonomi, persoalan infrastruktur masih menjadi polemik dan obrolan hangat warga setiap harinya.
Sudah banyak cara yang dilakukan warga Pandeglang untuk “melampiaskan” kekesalannya terhadap buruknya kualitas jalan itu. Mulai dari demo, melakukan audiensi, menanaminya dengan pohon pisang, bahkan membuat lagu yang menyentil. Tapi belum banyak (bahkan mungkin belum ada) yang memprotesnya lewat pertunjukan teater.
[Artikel lain]
Intip “Lanskap” Sumatera Barat dalam Ratusan Sketsa Lukis
Ruang Kreatif Halaman Budaya mungkin menjadi pelopor bentuk protes di era ekonomi kreatif ini. Pada Senin-Rabu (8-10/11/2021) nanti mereka akan menggelar pertunjukan kolaboratif bertajuk Suatu Peristiwa: Jalan Pulang di Kampung Lame, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang.
Sutradara RA Yopi Hendrawan Utoyo mengungkapkan, Jalan Pulang merupakan sebuah protes atas buruknya infrastruktur di tempatnya tinggal, tepat di lokasi pementasan itu akan digelar. Sebab saat kembali dari studinya di Surakarta tahun 2017, kondisi jalan menuju kampung halamannya tidak berubah, tetap rusak dan berlumpur.
“Saat kembali, ternyata jalan pulang ke kampung halaman masih saja berlubang, becek, dan penuh lumpur. Padahal letaknya dekat dengan Tanjung Lesung yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus” keluh Yopi.
Baginya, Jalan Pulang tak sekadar protes. Tapi ini adalah upaya mengembalikan ingatan masa lalu yang diterjemahkan tubuh lewat beragam ekspresi dan estetika, dan diharapkan pesan yang sampai ke penonton adalah pesan yang beraneka ragam.
“Pementasan ini dimaksudkan untuk memberikan keluasan tafsir kepada penonton, dan jangan lupa, pagelaran ini dibuat menjadi tiga bagian, jadi agar sempurna saksikanlah dari bagian pertama sampai baian akhir,” ajak Yopi.
[Artikel lain]
Merayakan Kehancuran Bersama ‘Rissau’
RA Yopi Hendrawan adalah pegiat teater yang pernah berkuliah di ISI Yogyakarta dan menyelesaikan studinya di ISI Surakarta. Pada tahun 2017, mendirikan Ruang Kreatif Jalan Pulang sebagai bentuk ikhtiarnya untuk bisa mengembangkan potensi seni dan budaya di daerahnya setelah memutuskan kembali ke kampung halaman.
“Dalam proses kekaryaan Jalan Pulang, kita mendapati bahwa seni tradisi yang bertahan di masyarakat sangat kental dengan spiritualisme. Bahwa seni bukan hanya bentuk hiburan. Para seniman tradisi memegang teguh seni sebagai ritual, termasuk Macasyekh,” tandasnya.
Sementara kalau kata Pimpinan Produksi, Nanda Maulana, proses garapan ini melibatkan banyak komunitas dan sanggar seni dan budaya lintas disiplin. Mulai dari komunitas teater kampus Teater Kain Hitam, Gesbica UIN Banten, UNBAJA, Muklis Dance Company, Sanggar Ringkang Gumilang, dan masih banyak lagi. Termasuk, Stage Manager pagelaran ini adalah Kristo Robot (Lesoburt Art NTT).
Pertunjukkan seni teater ini akan melibatkan lima seni tradisi khas Pandeglang terdiri atas Macasyekh, Kidung, Beluk Dzikir Saman, Pencak Silat dan Debus, hingga Ubrug.
[Artikel lain]
69 Performance Club Hadirkan Fotografi Performans
“Keterlibatan banyak pihak diharapkan dapat menyemarakkan ruang-ruang kreatifitas di daerah pinggiran yang jauh dari kota. Tidak hanya itu, warga Kampung Lame pun dilibatkan selain untuk menampilkan kesenian tradisional, juga sebagai aktor dalam pentas teater modern, penata artistik, hingga penata cahaya,” terang Nanda.
“Pada malam pertama dan kedua, pementasan berdurasi sekitar 40 menit. Sementara pada malam terakhir pementasan berdurasi sekitar 1 jam 15 menit. Penonton yang ingin menginap, bisa membawa tenda karena kami sediakan camping ground, serta kudapan dan kopi untuk dinikmati bersama,” kata dia. (Fch)